
Dilihat dari asal-usulnya, istilah ‘liberalisme’ berasal
dari bahasa Latin, liber, yang artinya ‘bebas’ atau ‘merdeka’. Hingga
penghujung abad 18 M, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka,
baik merdeka semenjak lahir ataupun merdeka sesudah dibebaskan dari yang semula
berstatus ‘budak’.
Liberal itu
sendiri adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai
politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat
yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Sejarah Liberalisme telah dimulai sejak era Renaissance,
yang memperjuangkan kebebasan manusia dari dominasi gereja atau agama, politik
dan ekonomi. Kebebasan dalam bidang politik melahirkan konsep tentang negara
yang demokratis. Dalam bidang ekonomi, liberalisme menentang campur tangan
pemerintah yang terlalu banyak dalam usaha, sebisa mungkin peranan swasta
diutamakan.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam
sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada
kebebasan mayoritas.
Ada tiga hal yang
mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak
Milik,Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai
dasar Liberalisme tadi:
Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human
Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang
kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas
manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu
akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu
semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari
demokrasi.
Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana
setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam
setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik,
sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan
dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk
menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)
Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah.
Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus
bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or
The Governed)
Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah
untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang
merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh
pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk
menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi
(Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The
Emphasis of Individual)
Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu
sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar
dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan
bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan
negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela
masyarakat telah mengalami kegagalan.
Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme
(Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke
(1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada
pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
Ada dua macam
Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern.
Liberalisme Klasik
timbul pada awal abad ke 16. hingga kini, nilai-nilai dari
Liberalisme Klasik itu masih ada.Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu
dan kebebasannya sangatlah diagungkan.Setiap individu memiliki kebebasan
berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham,
yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan
berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak,
karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. Jadi,
tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas
yang sebebas-bebasnya.
Liberalisme Modern
Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20.
Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah
hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak
berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru.
Beberapa tokoh yang
bisa dianggap sebagai penganut dan yang mengembangkan paham liberalisme, yaitu:
(a) John Locke. Menurut pendapatnya, negara terbentuk dari
perjanjiann sosial antara individu dengan yang hidup bebas dengan penguasa.
(b) Montesquieu. Dalam bukunya spirit the law, terdapat
pemisahan kekuasaan dalam pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Tujuannya agar terdapat pengawasan antar lembaga agar tidak terjadi
penyalahgunaan wewenang.
Menurut Adian
Husaini, munculnya liberalisme yang di Barat tidak terkepas dari tiga factor :
1. trauma sejarah, khususnya yang behubungan dengan dominasi
agama (Kristen) di zaman pertengahan. Dalam perjalanan sejarahnya, peradaban
Barat (western civilization) telah mengalami masa yang pahit, yang mereka sebut
‘zaman kegelapan’ (the medieval ages). Mereka menyebutnya juga sebagai ‘zaman
pertengahan’ (the medieval ages). Zaman itu dimulai ketika Imperium Romawi
Barat runtuh pada tahun 476 dan mulai munculnya Gereja Kristen sebagai
institusi dominan dalam masyarakat Kristen Barat. Gereja yang mengklaim sebagai
institusi resmi wakil Tuhan di muka bumi melakukan hegemoni terhadap kehidupan
masyarakat dan melakukan tindakan brutal yang sangat tidak manusiawi.
2. problem teks
Bible. Masyarakat Krsiten Barat menghadapi problem otentisitas teks dengan
kitabnya. Perjanjian Lama (Hebrew Bible) sampai saat ini tidak diketahui siapa
penulisnya. Padahal tidak ada satu ayat pun yang menyebutkan bahwa Moses
penulisnya. Sementara itu di dalam teksnya terdapat banyak kontradiksi.
Demikian halnya dengan Perjanjian Baru (The New Testament). Ada dua problem
terkait dengan keberadaannya, yaitu (1) tidak adanya dokumen Bible yng orginal
saat ini, dan (2) bahan-bahan yang ada pun sekarang ini bermacam-macam, berbeda
satu dengan yang lainnya. Tidak kurang dari sekitar 5000 manuskrip teks Bible
dalam bahasa Greek (Yunani), yang berbeda satu dengan yang lainnya.
3. problem teologi
Kristen. Sebuah kenyataan di Barat yang sulit dielakkan adalah, Tuhan menjadi
sesuatu yang problem. Menjelaskan bahwa Tuhan itu 1 dalam 3, 3 dalam 1, dan
menjelaskan apa sebenarnya hakikat Yesus, telah membuat seorang cendekiawan
seperti Dr. C. Greonen Ofm “lelah” dan “menyerah”. Ia lalu sampai pada
kesimpulan bahwa Yesus memang misterius.
Dalam catatan Syamsuddin Arif, ideologi liberalisme yang
kebablasan tersebut pada akhirnya menganjarkan tiga hal: pertama, kebebasan
berpikir tanpa batas alias free thingking. Kedua, senantiasa meragukan dan
menolak kebenaran alias sophisme. Ketiga, sikap longgar dan semena-mena dalam
beragama.
Berdasarkan
pengertian liberalisme di atas, kita dapat membuat kesimpulan bahwa negara yang
menganut politik liberalisme memiliki ciri-ciri:
1. Menjamin kemerdekaan dan kebebasan berekspresi setiap
individu.
2. Persaingan ekonomi dijalankan oleh golongan swasta.
3. Setiap orang berhak menganut maupun tidak menganut agama.
4. Kekuasaan politik berdasarkan suara dominan.
5. Negara tidak mencampuri urusan pribadi warga negaranya.
6. Solidaritas sosial tidak berkembang karena tumbuhnya
persaingan bebas.
Politik liberalisme berpengaruh terhadap perkembangan paham
demokrasi dan nasionalisme atas bangsa-bangsa di dunia. Setiap individu
mempunyai hak untuk menjalankan kepentingan yang diwujudkan dalam sistem
demokrasi liberal sehingga melahirkan fungsi parlemen sebagai lembaga
pemerintahan rakyat. Seterusnya, pemilihan umum dilakukan untuk memilih para
anggota parlemen, dan setiap orang berhak memberikan satu suara. Dalam pemilu
sering terjadi persaingan mencari kekuasaan politik. Masuknya seseorang menjadi
anggota parlemen otomatis akan berpengaruh terhadap penetapan undang-undang
atau jatuh bangunnya sebuah kabinet.
Bagi bangsa yang sedang terjajah, liberalisme sejalan dengan
pertumbuhan paham nasionalisme yang sama-sama menginginkan terbentuknya negara
yang berpemerintahan sendiri. Kesadaran tersebut tumbuh karena setiap bangsa
memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Liberalisme memperjuangkan pelbagai kebebasan yang hendaknya
dijamin dalam undang-undang dasar, di antaranya kebebasan agama, kebebasan
pers, kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat. Kebebasan yang diperjuangkan
itu hanya terjamin dalam negara hukum yang mengindahkan Trias Politika.
Dalam bidang agama, penerapan paham liberalisme berarti
bahwa setiap individu bebas memilih dan menentukan agamanya sendiri. Hal ini
sangat berbeda, misalnya situasi pada masa sebelum terjadinya Reformasi Gereja
masyarakat Eropa diwajibkan untuk memeluk agama yang dianut rajanya. Selain
itu, liberalisme di bidang agama ini menghendaki adanya kebebasan berfikir
individu. Artinya, individu mempunyai hak untuk mengungkapkan ekspresinya dan
bukan berdasar atas kehendak gereja. Gejala tersebut pada akhirnya melahirkan
Reformasi Gereja yang kemudian memunculkan agama baru, yaitu Kristen Protestan.
Di bidang pers, politik liberalis memungkinkan seorang
wartawan bebas memuat berita apa pun yang ia ketahui, sementara para sastrawan
bebas mengeluarkan pendapat dan ungkapan hatinya. Masyarakat umum berhak
membaca dan menilai sendiri tulisan-tulisan para wartawan dan sastrawan
tersebut. Demikian artikel yang menjelaskan definisi, ciri-ciri dan
perkembangan paham liberalisme di dunia.
Negara-negara yang menganut paham liberal :
Di Benua Amerika adalah Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Cili, Cuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme juga danut oleh negara Aruba, Bahamas, Republik Dominika, Greenland, Grenada, Kosta Rika, Puerto Rico dan Suriname.
Di Eropa diantaranya adalah Albania, Armenia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik Cekoslovakia, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Moldova, Netherlands, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Rusia, Serbia Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Ukraina dan United Kingdom. Negara penganut paham liberal lainnya adalah Andorra, Belarusia, Bosnia-Herzegovina, Kepulauan Faroe, Georgia, Irlandia dan San Marino.
Di Asia antara lain adalah India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand dan Turki. Saat ini banyak negara-negara di Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Myanmar, Kamboja, Hong Kong, Malaysia dan Singapura.
Di kepulauan Oceania adalah Australia dan Selandia Baru.
Di Afrika. Pada dasarnya, liberalisme hanya dianut oleh mereka yang tinggal di Mesir, Senegal dan Afrika Selatan. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme sudah dipahami oleh negara Aljazair, Angola, Benin, Burkina Faso, Mantol Verde, Côte D'Ivoire, Equatorial Guinea, Gambia, Ghana, Kenya, Malawi, Maroko, Mozambik, Seychelles, Tanzania, Tunisia, Zambia dan Zimbabwe.
Dalam masyarakat modern saat ini, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Bagaimana Liberalisme Menurut pandangan Islam :
Dalan pandangan islam sangat jauh dari sebuah Nilai-nilai
Islam tentang semangat kemaslahatan secara kaffah. Sebab liberalisme sebatas
semangat kebebasan dalam cara pandang tentang menerjemahkan sebuah ajaran
Islam. Sedangkan Islam mengajarkan tentang semangat mencari kemaslahatan, bukan
sebuah kebebasan tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah.
Keberadaan liberalisme cenderung dalam paham kebebasan semu.
Sebab batasan dalam liberalisme bersifat abstrak, Namun ajaran Islam sudah
jelas dalam melakukan sebuah penilaian antara haq dengan yang batil. Sedangkan
liberalisme antara batil dan haq masih terlihat Samar-samar. Sebab dalam
gagasan liberalisme cenderung pada makna sebuah kebebasan yang masih samar,
apabila di kaitkan dengan bidang keagamaan.
Idiologi Liberalisme dalam pandangan Islam tidak sejalan
dengan semangat kemaslahatan dalam menentukan antara yang haq dengan yang
batil. Karena liberalisme sebatas semangat sebuah kebebasan dengan
mengedepankan hak individu tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah
dalam menentukan sebuah kebenaran.